Usaha kuliner akan tetap selalu menjanjikan, termasuk ketika pandemi melanda. Claypot Popo membuktikannya. Walau sempat terguncang di awal-awal menyebarnya COVID-19, mereka berhasil bangkit dengan orisinalitas konsep sebagai kunci utamanya.
Claypot Popo adalah kedai makanan yang menawarkan sajian Chinese. Namun, berbeda dari restoran Chinese kebanyakan, mereka menyuguhkan comfort food atau masakan rumahan ala negeri tirai bambu tersebut. Semua racikan dalam menu-menu andalannya berasal dari keluarga sang pemilik.
Konsep kuliner yang menarik, bukan? Yuk, mari mengenal usaha ini lebih jauh!
Filosofi di Balik Nama Claypot Popo
Ada yang menarik di balik nama Claypot Popo, yaitu filosofinya. Menurut Florencia Calista Tavares, usaha ini dinamai demikian karena claypot atau pot yang terbuat dari tanah liat adalah media atau wadah utama penyajian makanan di kedainya.
Sementara itu, Popo berarti “nenek” dalam bahasa China. Flo, sapaan akrab pemiliknya, mengaku penamaan ini merupakan suatu bentuk ucapan terima kasih kepada neneknya yang sejak kecil telah membesarkannya. Kalau kedua arti tersebut digabung, Flo mengartikannya sebagai comfort food atau makanan rumahan Chinese.
Dalam penamaan kedainya, Flo menggunakan konsep function dan emotion. “Claypot” menekankan pada fungsinya, maksudnya adalah fungsi claypot sebagai wadah penyajian makanan. Claypot menjadi pilihan karena menu yang ditawarkan memang membutuhkan pot tanah liat yang bisa dibakar secara langsung oleh api.
“Dari 6 menu, (sebenarnya) cuman satu menu yang butuh claypot untuk membakar. Lima menu lainnya tidak perlu ada proses pembakaran. Tapi demi konsistensi, lima menu lain pun menggunakan claypot sebagai wadah serving-nya, ujar Flo.
Sementara “Popo” lebih menggarisbawahi sisi emosional atau sisi “rumahan”-nya, terutama bagi Flo sebagai pemilik yang mendedikasikan usahanya ini secara personal kepada sang nenek yang telah berjasa membesarkannya.
Dari suasana rumahan inilah Claypot Popo berasal. Begitu pula dengan menu-menu yang dibuat menggunakan resep keluarga.
“Yang asli racikan saya cuma satu menu. Sisanya, lima lagi, itu resep keluarga, resep yang memang kami makan sehari-hari,” kata Flo.
Naik Turun Perjalanan Usaha
Tahun 2014 adalah waktu di mana Claypot Popo pertama kali hadir dalam usaha kuliner dengan spesifikasi makanan rumahan Chinese. Mereka membuka kedainya pertama kali di Pasar Santa. Hingga saat ini, Claypot Popo sudah membuka cabang di Sabang, Melawai, dan Kelapa Gading.
Walau begitu, perjalanan usaha bisnis kuliner tak berjalan begitu mulus. Setelah sukses membuka kedai di Pasar Santa, dari kurun waktu 2014-2017, Claypot Popo sempat membuka cabang di Haji Nawi dan foodcourt Golden Truly. Namun sayangnya, cabang-cabang itu dinilai kurang berhasil baik dari segi lokasi dan segmentasi market.
Akan tetapi, Claypot Popo tidak mudah menyerah. Di tahun 2017, mereka memberanikan diri untuk membuka cabang di Sabang. Menurut Flo, cabang yang satu ini lumayan berhasil di tahun 2018. Namun, lagi-lagi, tantangan usaha kembali melanda. Pada Oktober 2017, kedainya yang di Sabang mengalami kebakaran sehingga harus tutup selama tiga bulan.
Meski demikian, eksistensi usaha kuliner ini di Sabang tetap ada, bahkan kedai ini bisa dibilang menjadi sangat iconic. Menurut Flo, kedainya yang di Sabang menjadi iconic karena luas ruangannya hanya dua meter. Dengan ruang yang kecil tersebut, ada experience unik tersendiri bagi pelanggannya yang harus makan berdempetan.
Saking iconic-nya, selain menjadi tempat makan, Claypot Popo di Sabang menjadi tempat untuk berlama-lama nongkrong dan mengambil foto. Terdapat banyak postcard dengan brand Chinese pada dindingnya untuk menutupi tembok akibat kebakaran. Begitu pun lampion-lampion yang dipampang di atap, yang menjadi penanda lokasi di mana Claypot Popo berada.
Meski begitu, hal-hal seperti ini tidak ada dalam rencana awal sang pemilik. Flo sebetulnya hanya ingin Claypot Popo stands for food, bukan tempat untuk nongkrong dan berfoto-foto.
Claypot Popo hadir dengan konsep makan di tempat kemudian langsung pulang tanpa harus berlama-lama nongkrong. Flo ingin yang menjadi ikon utama dari Claypot Popo adalah makanannya, bukan hal lain.