Burgreens mengusung restoran makanan sehat bebas hewani dengan konsep from farm to table yang artinya mengandalkan bahan pangan dari pertanian lokal di sekitar dapur produksi. Selain gencar mengedukasi masyarakat soal makanan sehat, Helga Angelina selaku Co-Founder & CEO Burgreens pun ingin agar Burgreens selalu jadi usaha yang ramah lingkungan.
Yang Membedakan Burgreens dengan Usaha Kuliner Lainnya
Burgreens berdiri pada tahun 2013. Sebagai restoran makanan sehat, Helga membocorkan 3 hal yang menjadi pembeda antara Burgreens dengan usaha kuliner lainnya. Apa saja?
Pertama, Burgreens tak sekadar mengklaim bahwa mereka adalah restoran sehat. Menurut Helga, usahanya ini mengusung konsep sehat yang bisa dipertanggungjawabkan atau berdasarkan bukti ilmiah.
Kedua, resto ini menyajikan makanan plant-based atau yang berbahan nabati, sebagai wujud komitmen mereka untuk kesehatan konsumen dan lingkungan. Helga men
“Saat ini sudah muncul konklusi dari berbagai riset internasional seperti yang dikeluarkan oleh Harvard bahwa makanan plant-based adalah diet tersehat. Dari segi lingkungan juga sama. Planetary Healthy Diet (berasal dari NGO yang bekerja sama dengan banyak peneliti elit) juga mencari tahu tentang apa sih isi piring yang baik bagi kesehatan manusia dan berkelanjutan bagi lingkungan? Panduannya merekomendasikan 90% kalori datang dari tumbuhan,” papar wanita berambut pendek ini.
Ketiga, Burgreens juga memberdayakan petani lokal. Artinya, 80% pengadaan resto ini harus berasal dari sumber lokal dan 50% harus langsung membeli dari para petani.
Ya, meski tak mudah untuk menerapkan usaha ramah lingkungan, keunggulan-keunggulan inilah yang membuat Helga semakin percaya diri dalam menjalankan Burgreens.
Fokus pada Reuse, Reduce, Replace
Selain 3 pembeda di atas, Burgreens nyatanya juga menjalankan inisiatif-inisiatif lain yang sejalan dengan visi mereka, yakni fokus pada reuse, reduce, dan replace.
“Untuk pengurangan plastik sekali pakai, sejak awal kami sudah pakai kantong yang terbuat dari singkong, paper bag, dan spunbond. Kami juga pakai alat makan kayu kompos. Untuk botol, kami pilih botol plastik, karena hasil riset di Indonesia menunjukkan bahwa botol plastik lebih banyak didaur ulang dibandingkan kaca,” paparnya.
Ia menyambung, “Kami juga menawarkan program bagi konsumen untuk mendapatkan minuman gratis bila mengembalikan 10 botol plastik.”
Memang, menjalankan usaha ramah lingkungan bukanlah hal yang mudah. Helga mengaku bahwa dirinya menemukan tantangan dalam mengedukasi pasar mengenai apa itu makanan sehat. Apalagi, sata ini sudah banyak muncul kompetitor yang menawarkan harga jauh lebih murah. Padahal, makanan sehat memiliki beberapa lapisan.
“Semakin kamu idealis pada bahan baku akan semakin mahal,” ungkapnya.
Lantas, bagaimana mengedukasi konsumen terkait hal tersebut? Rupanya, Burgreens rutin membuat konten edukasi di media sosial. Tak jarang, mereka juga berkolaborasi dengan brand-brand lain untuk membuat webinar, Instagram Live, atau giveaway.
Di sisi lain, Burgreens juga komunitas yang bertujuan untuk mendukung para pelanggan untuk menerapkan hidup yang lebih sehat.
“Sebelumnya, kami ada gerakan untuk ajak orang-orang janji buat makan makan sayur sekali dalam sehari. Bagi yang tertarik, mereka bisa gabung ke grup WA di mana ada yang berbagi meal plan mereka sebagai inspirasi. Kemudian kalau ada pertanyaan sereceh apa pun juga akan ada yang jawab,” terangnya.
“Kami juga adakan kelas gratis untuk bantu edukasi mereka, seperti dari ahli diet, perjalanan berkelanjutan (sustainable travel), gaya hidup tanpa sampah, dan clean beauty. Biasa kita lakukan di Januari dan November (bulan vegetarian). Peserta yang ikut 300 orang.” imbuhnya.
Menurut Helga, perubahan tersebut hanya bisa terjadi dari keinginan diri sendiri. Edukasi masyarakat memang bisa dilakukan, tetapi keinginan untuk berubah harus datang dari diri sendiri.
Selanjutnya, Burgreens Ingin Coba Kemasan Ramah Lingkungan Lainnya
Inovasi Burgreens tak akan berakhir sampai di sini saja. Helga membocorkan kalau selanjutnya, ia ingin bekerja sama dengan partner yang menyediakan kemasan ramah lingkungan dari pelepah pinang. Ia juga berencana untuk mengganti cangkir kopi ke kemasan yang bisa dikomposkan.
Tak cuma itu, ia juga baru membuat startup baru bernama Green Rebel yang menjual makanan nabati beku. Rencananya, Green Rebel akan bekerja sama sebanyak mungkin dengan restoran agar mereka punya menu plant-based.
“Aku berharap pemilik usaha lain nggak cuma jualan doang, tapi juga bantu edukasi sehingga bisa memperbesar jangkauan pasar. Kalau kita cuma jualan, tapi pasarnya belum menyukai gaya hidup ini, kita tidak akan berkembang. Semua pihak di ekosistem perlu melakukan ini supaya pasar kita bisa tumbuh, walaupun memang butuh upaya yang besar,” tutupnya.